Thursday 27 October 2011

Riyadhus Salihin(Hadith 91-100)

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Entri kali ini adalah sambungan kepada entri lepas

Hadith 91. Kelima: Dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengambil pedangnya pada
hari perang Uhud, kemudian bersabda: "Siapakah yang suka mengambil pedang ini
daripadaku?" Orang-orang sama mengacungkan tangannya masing-masing, yakni setiap
orang dari sahabat-sahabat itu berbuat demikian sambil berkata: "Saya, saya." Beliau berkata
lagi: "Siapakah yang dapat mengambilnya dengan menunaikan haknya?" Orang-orang
semuanya berdiam diri. Selanjutnya Abu Dujanah - namanya sendiri Simak bin Kharsah -
berkata: "Saya dapat mengambil pedang itu dengan menunaikan haknya." Pedang itu lalu
digunakan oleh Abu Dujanah untuk memenggal kepala-kepala kaum musyrikin." (Riwayat
Muslim)

Hadith 92. Keenam: Dari Zubair bin 'adiy, katanya: "Kita semua mendatangi Anas bin Malik
r.a., kemudian kita mengadukan padanya perihal apa yang kita temui dari perlakuan Hajjaj -
seorang panglima dari dinasti Bani Umayyah dan ia adalah seorang zalim, lalu Anas berkata:
"Bersabarlah engkau sekalian, sebab sesungguhnya saja tidaklah datang sesuatu zaman
melainkan apa yang sesudahnya itu tentu lebih buruk daripada zaman itu sendiri, demikian
itu sehingga engkau sekalian menemui Tuhanmu. Ucapan semacam ini pernah saya dengar
dari Nabimu sekalian s.a.w. (Riwayat Bukhari)

Hadith 93. Ketujuh: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Bersegeralah engkau sekalian melakukan amalan-amalan -yang baik - sebelum
datangnya tujuh macam perkara. Apakah engkau sekalian menantikan - enggan melakukan
dulu, melainkan setelah tibanya kefakiran yang melalaikan, atau tibanya kekayaan yang
menyebabkan kecurangan, atau tibanya kesakitan yang merusakkan, atau tibanya usia tua
yang menyebabkan ucapan-ucapan yang tidak keruan lagi, atau tibanya kematian yang
mempercepatkan - lenyapnya segala hal, atau tibanya Dajjal, maka ia adalah seburuk-burukmakhluk ghaib yang ditunggu, atau tibanya hari kiamat, maka hari kiamat itu adalah lebih
besar bencananya serta lebih pahit penanggunggannya."
Diriwayatkan oleh ImamTermidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

Hadith 94. Kedelapan: Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda
pada hari perang Khaibar:
"Niscayalah bendera ini akan kuberikan kepada seseorang leiaki yang mencintai Allah
dan RasulNya, Allah akan membebaskan - beberapa benteng musuh - atas kedua tangannya."
Umar r.a. berkata: "Saya tidak menginginkan keimarahan -kepemimpinan di medan
perang - melainkan pada hari itu belaka kemudian saya bersikap untuk menonjolkan diri
pada Nabi s.a.w. dengan harapan agar saya dipanggil untuk memegang bendera itu.
Tiba-tiba Rasulullah s.a.w. memanggil Ali bin Abu Thalib r.a., lalu memberikan
bendera tadi padanya dan beliau s.a.w. bersabda:

    "Berjalanlah dan jangan menoleh-noleh lagi sehingga Allah akan membebaskan -
benteng-benteng musuh - atasmu."Ali berjalan beberapa langkah kemudian berhenti dan tidak menoleh, kemudianberteriak:"Ya Rasulullah, atas dasar apakah saya akan memerangi para manusia?" Rasulullahs.a.w. menjawab: "Perangilah mereka sehingga mereka suka menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah pesuruh Allah. Apabila orang itu telah berbuat demikian, maka tercegahlah mereka itu daripadamu, baik darah dan harta mereka, melainkan dengan haknya, sedang hisab mereka itu adalah tergantung pada Allah."(Riwayat Muslim)

     Fatasaawartu, dengan sin muhmalah (yakni sin tak bertitik dan bukan syin yang
bertitik tiga di atas), artinya: "Saya melompat ke muka untuk menampakkan diri."

Keterangan:

   Maksud dari Hadis di atas itu ialah bahwa yang diperintahkan oleh Rasulullah s.a.w.
kepada Sayidina Ali r.a. dan seluruh pasukannya ialah memerangi manusia-manusia
musyrik yakni yang menyembah selain Allah atau yang tidak mempercayai adanya Allah
serta keesaanNya dan tidak pula mempercayai tentang diutusnya Nabi Muhammad s.a.w.
Tetapi apabila mereka suka mengikuti seruan agama Islam yang benar, samasekali tidak
boleh diganggu, baik keselamatan jtwa ataupun harta mereka.

   Namun demikian, manakala hak atau ketentuan agama Islam menghendaki, boleh saja
seseorang itu dibunuh,seperti orang yang sengaja membunuh orang lain. Jadi sekalipun
sudah masuk Islam wajib pula dibunuh sebagai qishash atau balasan pembunuhannya.
Demikian pula seperti dipotong tangan karena mencuri yang sudah mencapai batas untuk
bolehnya dipotong ataupun diberi hukuman pukul (didera) serta dirajam, menurut
ketentuannya sendiri-sendiri, jika melakukan perzinaan dan lain-lain lagi. Inilah yang
dimaksudkan dengan sabda Nabi s.a.w."Kecuali dengan haknya."

   Mengenai hisab atau perhitungan amal perbuatan mereka adalah menjadi urusan
Allah Ta'ala sendiri.

    Perlu dimaklumi bahwa golongan Ahlulkitab yakni kaum yang beragama Nasrani
atau Yahudi, tidak boleh secara langsung diperangi. Mereka diperbolehkan memilih salah
satu di antara dua hal yakni membayar pajak. Ini adalah pilihan yang pertama. Jika mereka
suka melaksanakan itu, merekapun wajib dilindungi keselamatan diri dan hartanya. Tetapi
jikalau enggan, maka pilihan kedua boleh dilaksanakan, yaitu boleh diperangi.

Bab 11
Bersungguh-sungguh




Allah Ta'ala berfirman:

"Dan orang-orang yang berjihad dalam membela agama Kami, maka pasti akan Kami
tunjukkan mereka itu akan jalan Kami dan sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang berbuat kebagusan." (al-Ankabut: 69)

Allah Ta'ala berfirman lagi:

"Dan sembahlah Tuhanmu sehingga datanglah keyakinan - kematian - itu padamu." (al-Hijr:99)

Lagi Allah Ta'ala berfirman:

"Dan ingatlah akan nama Tuhanmu serta beribadatlah kepada-Nya dengan sepenuh hati,"
yakni hentikanlah segala pemikiran, untuk semata-mata menghadap kepadaNya." (alMuzzammil: 8)

Allah Ta'ala juga berfirman:

"Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat timbangan debu, iapun pasti akan
mengetahuinya." (az-Zalzalah: 7)

Juga Allah Ta'ala berfirman:

"Dan apa saja - perbuatan baik - yang engkau sekalian berikan untuk dirimu sendiri, nanti
pasti akan engkau sekalian dapati di sisi Allah, keadaannya adalah lebih baik dan lebih besar pahalanya dan mohonlah pengampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (al-Muzzammil: 20)

Lagi firman Allah Ta'ala:

"Dan apa saja kebaikan yang engkau sekalian kerjakan, maka sesungguhnya Allah itu Maha
Mengetahui." (al-Baqarah: 215)

Ayat-ayat dalam bab ini banyak sekali dan dapat dimaklumi. Adapun Hadis-hadisnya
ialah:

Hadith 95. Pertama: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman - dalam Hadis qudsi : "Barangsiapa memusuhi
kekasihKu, maka Aku memberitahu-kan padanya bahwa ia akan Kuperangi - Kumusuhi.
Dan tidaklah seseorang hambaKu itu mendekat padaKu dengan sesuatu yang amat
     Kucintai lebih daripada apabila ia melakukan apa-apa yang telah Kuwajibkan padanya. Dan
tidaklah seseorang hambaKu itu mendekatkan padaKu dan melakukan hal-hal yang sunnah
sehingga akhirnya Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, Akulah yang
sebagai telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, Akulah matanya yang ia gunakan
untuk melihat, Akulah tangannya yang ia gunakan untuk mengambil dan Akulah kakinya
yang ia gunakan untuk berjalan. Andaikata ia meminta sesuatu padaKu, pastilah Kuberi dan
andaikata memohonkan perlindungan padaKu, pastilah Kulindungi." (Riwayat Bukhari)

     Makna lafaz Aadzantuhu, artinya: "Aku (Tuhan) memberitahu-kan kepadanya (yakni
orang yang mengganggu kekasihKu itu) bahwa Aku memerangi atau memusuhinya, sedang
lafaz Ista'aadzanii, artinya "Ia memohonkan perlindungan padaKu. Ada yang meriwayatkan dengan ba', lalu berbunyi Ista'aadza bii dan ada yang meriwayatkan dengan nun, lalu berbunyi Ista'aadzanii.
Keterangan:

Yang perlu kita resapkan dalam Hadis ini ialah:

(a) Di atas itu, Hadis Qudsi namanya.

(b) Kekasih Allah ialah orang yang amat taqwa kepadaNya dan orang yang
memusuhi kekasih Allah ini pasti akan rusak binasa sebab dimusuhi oleh Allah.

(c) Jadi bila hendak mendekat pada Allah, lebih dulu penuhilah kewajiban-kewajiban
yang telah dipikulkan oleh Allah pada kita itu,

(d) Maka kalau orang itu sudah benar-benar dekat pada Allah semua
pendengarannya, penglihatannya,pengambilannya dan perjalanannya selalu diberi petunjuk
oleh Allah sehingga cahaya Tuhan selalu ada di kanan kirinya.

Hadith 96. Kedua: Dari Anas r.a. dari Nabi s.a.w. dalam sesuatu yang diriwayatkan dari
Tuhannya 'Azzawajalla, firmanNya - ini juga Hadis Qudsi :
"Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat
padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya
sedepa. Jikalau hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya
dengan bergegas-gegas." (Riwayat Bukhari)

Keterangan:

    Hadis yang tercantum di atas itu adalah sebagai perumpamaan belaka, baik bagi Allah
atau bagi hambaNya. Jadi maksudnya ialah barangsiapa yang mengerjakan ketaatan kepada
Allah sekalipun sedikit, maka Allah akan menerima serta memperlipat-gandakan pahalanya,
juga pelakunya itu diberi kemuliaan olehNya selama di dunia sampai di akhirat. Makin besar
dan banyak ketaalannya, makin pula besar dan bertambah-tambah pahalanya. Manakala cara
melakukan ketaatan itu dengan perlahan-lahan, Allah bukannya memperlahan atau
memperlambatkan pahalanya, tetapi bahkan dengan segera dinilai pahalanya itu dengan
penilaian yang luarbiasa tingginya.

    Demikianlah tujuan dan makna yang tersirat dalam isi Hadis tersebut. Wallahu A'lam
bish-shawaab.

Hadith 97. Ketiga: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada dua macam kenikmatan yang keduanya itu disia-siakan oleh sebagian besar manusia yaitu kesihatan dan kelapangan waktu." (Riwayat Bukhari)

Keterangan:

    Lafaz Maghbuun dalam Hadis di atas itu, asalnya dari kata Zhaban, yaitu membeli
sesuatu dengan harga yang melebihi batas dari harga yang semestinya dan berlipat-lipat dari
yang seharusnya dibayarkan, jadi yang sepatutnya dibeli seratus rupiah, tiba-tiba dibeli
dengan harga seribu rupiah. Juga Ghaban itu dapat berarti menjual sesuatu dengan harga
yang terlampau sangat rendahnya, misalnya sesuatu itu dapat dijual dengan harga
limapuluh rupiah, tetapi hanya dijual dengan harga lima rupiah saja.

    Orang mukallaf yakni manusia yang sudah baligh lagi berakal oleh Rasulullah s.a.w.
diumpamakan sebagai seorang pedagang. Kesihatan tubuh dan kelapangan waktu yakni
waktu tidak ada pekerjaan apa-apa yang diumpamakan sebagai pokok harta atau capital untuk berdagang itu, sedang ketaatan kepada Allah Ta'ala sebagai benda-benda yang diperdagangkan.

   Namun demikian sebagian besar ummat manusia tidak mengerti betapa pentingnya
memiliki dua macam kapital dan bingung untuk memilih apa yang hendak diperdagangkan
itu, padahal sudah jelas pokok kapitalnya ialah kesihatan dan kelapangan waktu dan yang
semestinya dikejar untuk mendapatkan keuntungan ialah membeli dagangan yang akan
dapat memberi keuntungan sebanyak-banyaknya. Bukankah ketaatan kepada Allah itu akan
menguntungkan sekali, baik di dunia atau di akhirat. Bukankah itu pula yang menyebabkan
akan dapat memperoleh laba yang besar sekali di sisi Allah dan yang menjurus ke arah
mendapat kebahagiaan. Tetapi semua itu disia-siakan oleh sebagian besar ummat manusia
sewaktu mereka hidup di dunia ini.

   Baharu orang itu mengerti besarnya kenikmatan sihat dan lapang waktu itu,apabila
telah sakit dan banyak kesibukan, sehingga banyak kewajiban-kewajiban terhadap agama
menjadi kocar-kacir dan terbengkalai atau samasekali ditinggalkan. Semoga kita semua
dilindungi oleh Allah dari hal-hal yang sedemikian itu.


Hadith 98. Keempat: Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. berdiri
untuk beribadat dari sebagian waktu malam sehingga pecah-pecahlah kedua tapak kakinya.
Saya (Aisyah) lalu berkata padanya: "Mengapa Tuan berbuat demikian, ya Rasulullah,
sedangkan Allah telah mengampuni untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang telah lalu dan yang
kemudian?" Rasulullah s.a.w. bersabda:"Adakah aku tidak senang untuk menjadi seorang hamba yang banyak bersyukurnya?"(Muttafaq 'alaih)

    Ini adalah menurut lafaz Bukhari dan yang seperti itu terdapat pula dalam kedua kitab
shahih - Bukhari dan Muslim - dari riwayat Mughirah bin Syu'bah.

Keterangan:

   Dalam mengulas apa yang dikatakan oleh Sayidah Aisyah radhiallahu 'anha bahwa
Rasuiullah s.a.w. itu sudah diampuni semua dosanya oleh Allah, baik yang dilakukan dahulu
atau belakangan, maka al-lmam Ibnu Abi Jamrah r.a. memberikan uraiannya sebagai berikut:
"Sebenarnya tiada seorangpun yang dalam hatinya terlintas suatu persangkaan bahwa
dosa-dosa yang diberitahukan oleh Allah Ta'ala yang telah diampuni yakni mengenai diri
Nabi s.a.w. itu adalah dosa yang kita maklumi dan yang biasa kita jalankan ini, baik yang
dengan sengaja atau cara apapun. Itu sama sekali tidak, sebab Rasulullah s.a.w., juga semua
nabiullah 'alaihimus shalatu wassalam itu adalah terpelihara dan terjaga dari semua
kemaksiatan dan dengan sendirinya tidak ada dosanya samasekali (ma'shum minadzdzunub).

    Semoga kita semua dilindungi oleh Allah dari memiliki persangkaan yang jelas
salahnya sebagaimana di atas. Jadi tujuannya hanyalah sebagai mempertunjukkan kepada seluruh ummat, betapa besarnya kewajiban setiap manusia, yang di dalamnya termasuk pula Nabi Muhammad s.a.w.untuk memaha agungkan, memaha besarkan kepadaNya serta senantiasa mensyukurikenikmatan-kenikmatanNya. Oleh sebab apa yang dilakukan oleh manusia, bagaimanapun juga besar dan tingginya nilai apa yang diamalkannya itu, masih belum memadai sekiranya dibandingkan dengan kenikmatan yang dilimpahkan oleh Nya kepada manusia tersebut.

     Maka dari itu hak-hak Allah yang wajib kita penuhi sebagai imbalan karuniaNya itu, masih
belum sesuai dengan amalan baik yang kita lakukan, sekalipun dalam anggapan kita sudah amat banyak sekali. Jadi lemahlah kita untuk mengimbanginya dan itulah sebabnya, maka memerlukan adanya pengampunan sekalipun tiada dosa yang dilakukan sebagaimana halnya Rasulullah Muhammad serta sekalian para nabiNya 'alaihimus shalatu wassalam itu."

Hadith 99. Kelima: Dari Aisyah radhiallahu 'anha juga bahwasanya ia berkata: "Rasulullah
itu apabila masuk hari sepuluh, maka ia menghidup-hidupkan malamnya dan
membangunkan isterinya dan bersungguh-sungguh serta mengeraskan ikat pinggangnya."

   Yang dimaksudkan ialah: Hari sepuluh artinya sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan - jadi antara tanggal 21 Ramadhan sampai habisnya bulan itu. Mi'zar atau izar dikeraskan ikatannya maksudnya sebagai sindiran menyendiri dari kaum wanita - yakni tidak berkumpul dengan isteri-isterinya, ada pula yang memberi pengertian bahwa maksudnya itu ialah amat giat untuk beribadat. Dikatakan: Saya rnengeraskan ikat pinggangku untuk perkara ini, artinya:
Saya bersungguh-sungguh melakukannya dan menghabiskan segala Waktu untuk
merampungkannya.

Hadith 100. Keenam: Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang mu'min yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mu'min yang lemah. Namun keduanya itupun sama memperoleh kebaikan.

    Berlombalah untuk memperoleh apa saja yang memberikan kemanfaatan padamu dan
mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah merasa lemah. Jikalau engkau terkena
oleh sesuatu mushibah, maka janganlah engkau berkata: "Andaikata saya mengerjakan begini,
tentu akan menjadi begini dan begitu." Tetapi berkatalah: "Ini adalah takdir Allah dan apa
saja yang dikehendaki olehNya tentu Dia melaksanakannya," sebab sesungguhnya ucapan "andaikata" itu membuka pintu godaan syaitan." (Riwayat Muslim)

21 comments: